Kemudian  datang  suatu golongan yang lebih  banyak 
berbicara tentang rasa lapar, kemiskinan, bisikan-bisikan hati dan  hal-hal yang 
melintas di dalam sanubari, lalu mereka membukukan  hal-hal itu, 
seperti  yang dilakukan  Al-Harits 
Al-Muhasibi (meninggal 857M). Ada pula golongan lain yang mengikuti
jalan tasawuf, menyendiri  dengan  ciri-ciri tertentu,  seperti 
mengenakan  pakaian
tambal-tambalan,  suka mendengarkan
syair-syair, memukul  rebana, tepuk  tangan dan sangat berlebih-lebihan dalam
masalah  thaharahdan  kebersihan. Masalah ini semakin lama  semakin 
menjadi-jadi, karena para syaikh menciptakan topik-topik tertentu,  berkata menurut  pandangannya 
dan  sepakat untuk  menjauhkan 
diri dari ulama.  Memang mereka
masih tetap menggeluti ilmu, tetapi 
mereka menamakannya ilmu batin, dan mereka menyebut ilmu syari’at  sebagai ilmu dhahir. Karena rasa lapar yang
mendera perut, mereka pun membuat 
khayalan-khayalan yang musykil, mereka 
menganggap  rasa lapar  itu sebagai suatu kenikmatan dan kebenaran.
Mereka  membayangkan sosok yang bagus
rupanya, yang menjadi teman tidur 
mereka. Mereka itu berada di antara kufur dan bid’ah.
Kemudian  muncul
beberapa golongan lain yang 
mempunyai  jalan sendiri-sendiri,
dan akhirnya aqidah mereka jadi rusak. Di antara mereka  ada 
yang  berpendapat tentang  adanya 
inkarnasi/hulul (penitisan)  yaitu
Allah menyusup ke dalam diri makhluk 
dan  ada yang  menyatakan 
Allah menyatu dengan  makhluk/
ittihad. Iblis senantiasa menjerat mereka dengan berbagai macam bid’ah,
sehingga mereka membuat sunnah tersendiri bagi mereka. (ibid, hal 164).
No comments :
Post a Comment